Beranda | Artikel
Khotbah Jumat: Ridha Siapa yang dicari?
Selasa, 11 Oktober 2022

Oleh: Abdullah Zaen, Lc, MA

Khutbah Jum’at di Masjid Agung Darussalam Purbalingga, 15 Dzulhijjah 1437 / 16 September 2016

 

KHUTBAH PERTAMA:

[arabic-font]إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ”.

“يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً”.

“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً”.

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.[/arabic-font]

Jama’ah Jum’at rahimakumullah…

Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya; yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wasallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wasallam.

Jama’ah Jum’at yang semoga dimuliakan Allah…

Apa yang sebenarnya kita cari dalam kehidupan ini? Semua orang, termasuk kita pasti akan menjawab sama, “Kebahagiaan!”. Semua aktifitas yang dilakukan oleh insan, sejak manusia pertama hingga akhir zaman kelak, seluruhnya untuk meraih kebahagiaan.

Namun demikian, hanya sedikit atau bahkan mungkin teramat langka manusia yang benar-benar memahami makna dari kebahagiaan itu sendiri. Apalagi manusia yang mengetahui cara untuk meraih kebahagiaan tersebut. Hal ini dapat kita lihat dalam panggung kehidupan manusia di zaman ini. Di mana dunia dipenuhi dengan berbagai macam persoalan besar, yang sebenarnya bersumber dari masalah kecil yang tidak segera diatasi.

Banyak orang hidupnya susah, hanya karena masalah sepele yang dia bikin sendiri. Misalnya gara-gara terlalu memperhatikan pandangan dan penilaian orang lain tentang dirinya. Ingin dipandang ideal oleh seluruh manusia dan teramat khawatir dikomentari mereka. Ketika akan berbuat suatu kebaikan, yang dipikirkan adalah “Nanti bagaimana pandangan orang, jika saya berbuat ini?”, “Apa kata dunia?”, dan berbagai macam ketakutan lainnya.

Gara-gara sikap seperti ini, setiap berbuat sesuatu atau meninggalkan sesuatu, yang selalu dia perhatikan adalah apa komentar orang pasca sikap tersebut. Bila ada satu orang saja yang berkomentar negatif, hari-harinya bakal terus dipenuhi dengan kegelisahan, kegundahgulanaan dan kegalauan.

Kaum muslimin dan muslimat yang kami hormati…

Ketahuilah bahwa yang akan kita rasakan hanyalah keletihan belaka. Bila setiap perbuatan yang kita lakukan, hanya untuk mencari simpati manusia, mengikuti setiap keinginannya, pemikirannya dan kesukaannya.

Memilih keridhaan manusia adalah sebuah kesia-siaan. Sebab jalannya bengkok dan tidak tentu ujungnya. Jalan sukar itu dipaksakan untuk ditempuh, padahal ujungnya adalah jalan buntu.

Imam Syafi’i rahimahullah pernah menyampaikan petuahnya,

[arabic-font]”رضى النَّاس غايةٌ لا تُدْرَكُ، وليس إِلى السَّلامة منهم سبيلٌ، فعليكَ بما ينفعُكَ فالزَمْهُ”[/arabic-font]

“Mendapatkan keridhaan seluruh manusia adalah sebuah target yang tidak mungkin bisa dicapai. Bebas dari omongan orang adalah sebuah kemustahilan. Cukuplah bagimu menekuni hal-hal yang bermanfaat untukmu”.[1]

Mengapa meraih keridhaan seluruh manusia adalah sebuah kemustahilan?

Sebab setiap orang memiliki pikiran dan kesukaan yang berlainan. Apa yang disukai oleh si A, belum tentu disukai oleh si B. Dan apa yang disukai si B, belum tentu disukai oleh si C. Lantas kesukaan siapa yang akan kita cari?

Dikisahkan dalam kitab Nafhu ath-Thîb karya Syihabuddin al-Muqriy, ada lelaki bijak yang mempunyai seorang anak. Suatu hari si anak berkata kepadanya, “Ayah, mengapa orang-orang mengkritikmu dalam banyak hal yang engkau lakukan? Bila engkau tinggalkan berbagai hal itu, niscaya engkau akan terbebas dari kritikan mereka.”

Sang ayah menjawab, “Wahai anakku, engkau masih terlampau hijau dan belum banyak pengalaman. Keridhaan seluruh manusia adalah sebuah angan-angan yang mustahil dicapai. Akan kutunjukkan padamu buktinya.”

Lalu bapak itu mengeluarkan seekor keledai dan berkata kepada anaknya, “Naikilah keledai ini. Aku akan berjalan kaki menuntunnya.”

Tidak lama kemudian, ada seorang laki-laki yang berkomentar “Lihat, dasar anak tidak beradab. Dia naik tunggangan, sementara bapaknya berjalan kaki. Betapa dungunya si bapak, dia membiarkan anaknya melakukan itu.”

Bapak berkata, “Sekarang kamu turun, berjalan kakilah dan aku yang menungganginya”.

Sesaat kemudian ada lagi yang berkomentar, “Lihatlah orang itu. Benar-benar tidak kasihan pada anaknya. Dia naik tunggangan dan membiarkan anaknya berjalan.”

“Ayo kita berdua naik!” lanjut bapaknya.

Ternyata ada lagi yang berkomentar, “Dasar manusia tidak berperasaan! Lihatlah betapa teganya mereka berdua menunggangi keledai kurus! Mestinya satu orang saja sudah cukup”.

Si bapak menyambung, “Sekarang kita berdua turun.” Lalu keduanya berjalan menuntun keledai itu.

Seseorang berkomentar, “Semoga Allah tidak mengaruniakan kemudahan kepada mereka. Untuk apa mereka membawa keledai, bila tidak ditunggangi?!”.

Bapak itu mengakhiri dengan nasehat, “Anakku, bukankah engkau telah mendengar seluruh ucapan mereka? Ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun yang bisa selamat dari kritikan orang dalam kondisi apa pun.”

Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah…

Sebenarnya, manakah yang seharusnya menjadi prioritas untuk kita kejar? Ridha Allah kah atau ridha manusia?

Orang yang beriman akan menjawab, ”Tentu saja ridha Allah!”.

Karena manusia diciptakan untuk menyembah-Nya, taat dan patuh mengikuti perintah-Nya. Kebaikan dan keberuntungan hidup hanya bergantung kepada-Nya.

Seluruh kehidupan mukmin adalah untuk mencari keridhaan Allah, bukan keridhaan manusia.

[arabic-font]”قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ”[/arabic-font]

Artinya: “Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku adalah untuk Allah Rabb semesta alam”. QS. Al-An’am (6): 162.

Mukmin sejati akan menjadikan ridha Allah sebagai target utama seluruh aktifitasnya. Walaupun mungkin berakibat seluruh manusia marah dan benci kepadanya. Sekalipun berefek dia dicaci, disakiti dan dianiaya.

Sebab dia yakin 100 % bahwa di tangan Allah-lah tergenggam segala kekuasaan.

[arabic-font]”قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ”[/arabic-font]

Artinya: “Katakanlah: “Ya Allah Yang mempunyai kekuasaan. Engkau memberikan kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau mencabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. QS. Ali Imran (3): 26.

Untuk apa waktu kita habiskan demi mengambil muka manusia? Bukankah mereka pun hamba seperti kita adanya? Mereka pun lemah tidak berdaya, tak kuasa menolong dirinya sendiri, apalagi menolong orang lain? Mengapa kita tak kunjung sadar akan kekuasaan Sang Khalik, padahal di tangan-Nya lah kehidupan dan kematian?

Sungguh amatlah naif bila idealisme tergadaikan, yang haram diterjang, yang haq dihalang, teman ditendang, semua hanya karena “apa kata orang”.

Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu pernah berkirim surat kepada Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha. Memohon kepada beliau agar menulis surat yang berisi nasehat untuknya. Tapi dia meminta agar isi surat itu tidak panjang-panjang.

Maka ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menulis,

[arabic-font]”سَلَامٌ عَلَيْكَ. أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “مَنْ الْتَمَسَ رِضَا اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ، وَمَنْ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ”. وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ”.[/arabic-font]

“Salâmun ‘alaik (Salam sejahtera untukmu). Amma ba’du. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mencari keridhaan Allah sekalipun beresiko mendatangkan kebencian manusia; niscaya Allah akan membebaskan dia dari ketergantungan kepada manusia. Dan barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan melakukan hal-hal yang mendatangkan kemurkaan Allah; niscaya Allah akan menjadikannya selalu tergantung kepada manusia. Wassalâmu ‘alaika”. HR. Tirmidziy dan dinilai sahih oleh al-Albaniy.

[arabic-font]أقول قولي هذا، وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين والمسلمات، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.[/arabic-font]


KHUTBAH KEDUA:

[arabic-font] الْحَمْدُ للهِ “غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ”، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ لاَ نِدَّ لَهُ سُبْحَانَهُ وَلاَ شَبِيْهَ وَلاَ مَثِيْلَ وَلاَ نَظِيْرَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْبَشِيْرُ النَّذِيْرُ وَالسِّرَاجُ الْمُنِيْرُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَكُلِّ تَابِعٍ مُسْتَنِيْرٍ.[/arabic-font]

Sidang Jum’at yang kami hormati…

Untuk sampai kepada maqom mulia tersebut dalam khutbah pertama tadi, pastilah membutuhkan latihan dan perjuangan. Selain itu tentu yang pertama dan utama: memerlukan limpahan taufik dari Allah ta’ala.

Di antara doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk kita baca, supaya terbantu mencapai maqam tersebut adalah,

[arabic-font]”اللهم إني أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ ، وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ”[/arabic-font]

“Ya Allah, aku memohon kecintaan-Mu, dan kecintaan terhadap orang-orang yang mencintai-Mu, serta kecintaan terhadap setiap amalan yang mendekatkan kepada kecintaan-Mu”. Potongan dari HR. Tirmidzy dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu dan dinilai hasan sahih oleh at-Tirmidzy.

Tiga poin yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk kita minta kepada Allah.

Pertama: perasaan cinta kepada Allah

Kedua: perasaan cinta kepada orang-orang yang mencintai Allah

Ketiga: perasaan cinta kepada amalan yang mendatangkan kecintaan Allah

Poin pertama adalah target utama hidup kita, yakni menggapai keridhaan dan kecintaan Allah. Poin kedua adalah konsekwensi dari kecintaan kepada Allah. Sedangkan poin ketiga adalah sarana yang akan mengantarkan kita kepada kecintaan Allah.

[arabic-font]هذا؛ وصلوا وسلموا –رحكم الله– على الصادق الأمين؛ كما أمركم بذلك مولاكم رب العالمين، فقال سبحانه: “إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً”.

اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.

ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين

ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم

ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة…[/arabic-font]

@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 15 Dzulhijjah 1437 / 16 September 2016

[1] Siyar A’lâm an-Nubalâ’ karya Imam adz-Dzahabiy (X/89).

Download Teks Khotbah “Ridho Siapa yang dicari?”

Download di sini


Artikel asli: https://tunasilmu.com/khotbah-jumat-ridha-siapa-yang-dicari/